Kamis, 31 Oktober 2013

SUDAH



Aku tak pernah mengerti rasa apa yang sedang kualami, seakan ingin marah dengan keadaan yang sudah membuatku seperti ini. Keadaan yang membuat hati tak pernah merasakan ketenangan sejati yang dulu pernah aku sedikit mencicipinya. Keadaan yang semakin aku benci karena nasib yang memberiku kesempatan untuk bisa mendekatimu dulu. Kenapa kisah itu kini hanyalah menjadi kisah lalu yang membuatku menjadi terpuruk dengan keadaan, yang semakin menggerogoti hatiku hingga semakin lama menjadi semakin melemah. Tidak akan menjadi pantaskah bila aku dapat bersanding bersama seorang lelaki yang aku cintai?  Atau memang aku yang tak akan pernah bisa menemukan seseorang yang bisa menerimaku apa adanya?

Aku percaya tak akan ada perpisahan jika pertemuan itu tak terjadi. Tapi haruskah semua cerita ini hanya bertahan secepat ujung kuku yang memanjang dan harus dengan cepat dipotong begitu saja. Sungguh aku tak pernah menyesali setiap cerita yang pernah kamu rangkaikan untuk hariku, aku pun tak pernah menyesali setiap perhatian kecil yang pernah kamu berikan untukku. Yang aku sesali hanyalah tentang cerita singkat ini, cerita tentang kita berdua yang dulu aku berfikir inilah kisah cinta terakhir yang dulu pernah kuimpikan sebelumnya. Bisa membayangkan bagaimana perihnya asa dan rasaku ketika semua mimpi itu musnah, bahkan tak ada sedikit saja yang tersisa sesudahnya.
Seandainya kamu mengerti setiap jengkal yang sudah aku susun rapi dalam cerita kita adalah sebuah tanda betapa rasa ini dulu menjadi semakin besar. Jika saja kamu tahu setiap kumpulan-kumpulan sajak yang dulu pernah aku coretkan pada kertas bukumu adalah pertanda abstrak jika hatiku telah berhenti di kamu. Namun sepertinya kini setiap jengkal itu menjadi menghilang satu demi satu, dan setiap sajak yang pernah kucoretkan, kini tidaklah menjadi coretan berharga yang dulu pernah kamu pamerkan pada teman-temanmu. Dan akan dapat aku pastikan rasamu yang dulu kupikir sama denganku, kini telah menghilang bersama waktu yang dulu pernah mempersatukan kita.
Tak pernah aku merasakan kesakitan yang begitu terasa menusuk ke jantung ini, menyesakkan setiap helaan nafas yang semakin membuatku terpuruk dengan hilangnya sedikit demi sedikit denyut nadi yang dulu pernah membuatku hidup dan berseri. Pernah kamu merasakan kekosongan ini? pernah kamu merasakan kehilangan bagian dari dirimu sendiri? Sedang kurasakan sekarang adalah kematian, kematian rasa yang kini telah terkubur bersama impian-impian untuk menjalin kebahagia kita bersama.
Sudahlah. Mungkin hanya dengan ini kamu bisa merasakan betapa rasaku dulu pernah membara padamu, rasa yang dulu kipikir adalah rasa terakhir dari segala rasa yang pernah aku alami sebelumnya. Dan rasa yang dulu pernah membuatku menjadi ketergantungan jika setitik saja bayanganmu berada diujung mata, hingga sakaw rasaku jika fikiranku tak membayangkanmu walau sedetik saja untuk diam dan berhenti mencintaimu.
Coba pikir, mungkin hanya aku yang selalu ada didekatmu ketika kegundahan datang merajaimu. Coba pikir, mungkin hanya aku yang rela datang untukmu ketika seribu hati sedang meninggalkanmu hanya untuk keegoisan hati mereka sendiri. Coba pikir, mungkin hanya aku yang merangkul jiwamu ketika ketertawaan mengjuhanimu. Dan coba kamu pikir lagi, mungkin hanya aku yang rela menunggu rasa yang belum tentu kamu pernah merasakannya.
Namun ketika nanti aku telah menyatakan kesudahanku untuk menghentikan kegilaan rasa ini, jangan pernah sedikitpun kamu mencoba kembali dan mencari rasaku yang telah tersimpan dalam tumpukan kenangan lalu, yang tak akan pernah mau aku membukanya lagi. Demi hati yang dulu pernah merekah bersama cinta yang bersemi ketika aku bersamamu, dan demi rasa yang tak akan pernah terobati, ketika dengan sadisnya kamu membakar gejolak hati yang sedang ingin merangkai kisah indahnya. Aku menghentikan rasaku karena tak patut lagi jika keterpurukan terus menenggelamkanku.

Selamat Tinggal Cinta, Semoga Kamu Tenang Dan Bahagia Bersama Keegoisanmu Sendiri Disana.

2 komentar: