Rabu, 09 Oktober 2013

Hanya Cukup



Mau salahkan aku tentang kejadian siang tadi di kampus? Silakan saja. Aku hanya tak ingin melibatkan kamu menjadi orang penting dalam organisasi disini. Aku hanya tak ingin membuatmu menjadi semakin kurus karena terlalu memikirkan hal yang orang lain saja terkadang mengabaikannya. Dan aku hanya berusaha menjadikan kamu sebagai seseorang yang bisa menghargai dirimu sendiri dulu.
 “Yoli, apa maksudmu menolak semua ini? dimana-mana setiap cewek pasti akan merasa bangga jika seseorang yang spesial dalam hidupnya telah berhasil menjadi seorang pemimpin.”
“Sudah cukup aku bangga dengan memilikimu, sudah cukup aku bangga karena bersanding denganmu, dan sudah cukup aku merasa bangga dengan cinta tulus yang kamu berikan untukku Aldi.” Ucapku dengan menahan setiap rasa yang membuat hati ingin meneteskan air mata .

“Kamu tau Yoli, ini satu-satunya posisi yang selama ini aku inginkan dan selalu mencoba mempertahankannya. Tapi kenapa kamu tidak pernah menyetujuinya, apa kamu bosan dengan kesibukanku? Apa kamu tak menginginkan aku bisa belajar memimpin organisasi ini? Atau kamu yang ingin menggantikannya?” Ucapan yang terdengar begitu menyayat perasaanku. Dan saat itu pula tangan ringanku melayang dipipi merahnya.
“Apa kamu pikir aku ini manusia penghianat Di? Apa yang akan kamu dapatkan dari ini semua? Ketenaran? Kamu sudah cukup tenar dikalangan Mahasiswa disini. Lihat dirimu sekarang Di, aku hanya tak ingin melihatmu menjadi semakin kurus, semakin gila memikirkan tingkah-tingkah mahasiswa yang seharusnya mereka sendiri sadar tentang kewajibannya menempuh kuliah dipeguruan tinggi.” Maaf kini mataku mulai nanar.
“Lalu bagaimana dengan usahaku selama ini Yol?” Ku dengar nada suara Aldi mulai menurun.
“Terserah, toh kamu juga sudah resmi untuk melanjutkan kepemimpinan itu kan? Karena satu suara dalam musyawarah tidak akan menjadi apa-apa dibanding dengan ratusan suara yang telah mendukungmu menjadi ketua senat dikampus ini.” Dengan tetesan air mata aku meninggalkannya.
Sejak kejadian itu, semua komukasi tentang Aldi musnah. Sudah 2 hari aku lewati tanpa ada sms darinya, tanpa ada telephone darinya, dan tanpa mau bertatap muka dengannya. Kita memang satu kelas, tapi aku selalu sengaja untuk datang terlambat pada saat jam mata kuliah dan segera menenteng tas ketika jam perkuliahan telah usai. Alasannya sederhana, karena aku masih takut untuk bisa menerimanya. Menerima bertambah kurus badannya, menerima keluh kesahnya menghadapi persoalan demi persoalan yang dihadapi mahasiswa, dan aku yang masih terlalu takut untuk melihatnya tergolek lemah lagi di kamarnya. Hanya itu Aldi, hanya itu.
Aku sadar ketika terdapat curi pandang yang melesat padaku, aku sadar ketika terdapat rasa canggung yang mengguncang pada dirimu, dan menjadi sangat sadar ketika terdapat rasa cemburu yang terpendam ketika kamu melihatku dengan ekspresi manja dan sok manyunku dengan Andre, teman dekatku. Harus kamu tahu, semua yang terjadi ini memang selalu aku sengaja. Hanya mencoba untuk mencuri-curi sedikit perhatianmu, karena aku yang tak benar-benar menyalahkan ini semua padamu.
“Sudah cukup Yoli, jika kamu tak menginginkan jabatanku saat ini aku akan segera melepaskannya. Aku hanya butuh kamu, bukan jabatan ini. Dan aku hanya ingin kamu, bukan orang-orang diluar sana yang tak pernah peduli dengan nasib dirinya sendiri.” Terdengar suara itu seakan menghantam jiwaku yang sedang asyik bergerumbul bersama teman-temanku.
“Dasar cowok gila, bukan itu maksudku selama ini Aldi.” Ucapku seraya pergi meninggalkannya.
Aku sengaja menjauhkan diri dari gerombolan teman-temanku itu karena aku yang berharap Aldi akan segera membututiku. Syukurlah ternyata dia benar-benar berada tepat dibelakangku. Dan ketika tiba disebuah lorong kampus yang kurasa sedikit sepi aku mulai menghentikan langkah kakiku.
“Kamu adalah satu-satunya lelaki tersulit yang pernah aku temui Di” Lalu aku membalikkan badanku kearahnya “Tapi jika saat ini aku sedang dihadapkan dengan banyak pilihan lelaki yang akan dengan gampangnya bisa membahagiakanku, maka saat ini pula aku akan tetap memilihmu sebagai sosok yang sedang berusaha membahagiakanku.”
“Lalu harus dengan apa aku membuktikannya padamu Yoli..?”
“Tuh kan, dasar cowok bodoh. Aku hanya ingin kamu yang bisa menjaga dirimu sendiri, aku hanya ingin kamu yang bisa menjaga kesehatanmu sendiri, dan aku hanya ingin kamu mampu berdiri kokoh meski banyak orang diluaran sana yang tak peduli dengan segala peraturan-peraturan yang sedang berjalan di kampus ini.”
“Jadi apa kamu masih mau menerimaku dengan jabatan yang sedang aku sanding saat ini...?”
“Asal kamu berjanji dengan apa yang sudah aku katakan tadi, aku masih mau menerimanya.” Ucapku dengan senyum yang perlahan mulai aku kembangkan untuknya.
Seandainya sudah tak ada lagi pembuktian-pembuktian yang romantis, akan kupersembahkan segera untaian kata gila untuknya, untaian sajak terindah yang juga sudah membuatku gila karenanya. Dan jika suatu hari akan ada kebahagiaan lain yang sudah menunggumu diluar sana, pergilah...! Namun janganlah ada kerisauan yang membuatmu berubah, karena rasa ini akan tetap sama. Rasa cinta yang akan senantiasa mengisi setiap relung jiwa serta khayalan-khayalan terindah tentangnya. Karena hanya cukup dia yang sudah membuatku bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar