Sabtu, 20 April 2013

"Bahagiamu Aku"


        Ketika rahasia hati tak bisa diungkap oleh tabir kehidupan, mungkin hanya rasa pilu dan sesal yang akan meyeruak dalam benak manusia itu. seperti aku, karna cintaku yang takkan pernah sempat ku ucapkan meski geliat hati ingin segera mengutarakan rasaku untuknya. Yang kutahu dia hanya mendekatiku, dan yang kutahu aku hanya sebatas sahabat dimana tempat dia mengeluhkan kesah tentang hidupnya.
           Sebut saja namanya Awan, hampir 2 tahun aku mengenalnya. Dan selama itu pula perasaan ini terpendam untuknya. Jika ditanya seberapa hebat perasaan ini untuknya, maka aku akan menjawab “sehebat matahari yang setia pada paginya” karena meski malam selalu menghampiri kita, masih ada esok pagi yang akan mencerahkan kembali dunia kita berdua.
Menjalani kehidupan menuju kedewasaan yang tak mudah, terkadang membuat kita saling terobsesi dengan keegoisan masing-masing. Kamu dengan duniamu, dan aku dengan duniaku. Meskipun terkadang aku masih sering memperhatikan langkahmu, ini semua karena rasaku untukmu.
Aku tahu semua cerita konyol tentangmu, tentang awal perjuanganmu menapaki jalan terjal yang sering membuatmu terjatuh. Hingga tentang cintamu, aku tahu pernah dengan siapa saja hatimu berpijak. Maaf kalau aku terlalu mengurusi jalan hidupmu, tapi kedekatan ini yang membuatmu tak pernah sadar bila aku mendengarkan semua cerita itu.
Kamupun seperti itu, mengetahui semua yang pernah terjadi dalam hidupku, cintaku, juga semua inginku tentang masa depan yang telah aku ukir sejak lama. Bahkan kedekatanku saat ini dengan Adi, sosok pria yang diidamkan oleh para wanita diluaran sana karena kemapanannya. Dan aku menceritakan ini karenamu.

“Udah Din, kamu cepet jadian sama Adi aja deh. Hidupmu pasti bakal bahagia kalo` sama dia.”
“Kenapa seperti itu Wan..?”
“Lihat aja pekerjaannya, seorang pengusaha muda, sukses pula. Banyak wanita diluar sana menginginkan sosok seperti itu untuk jadi pacarnya. hidupmu bakal terjamin, dan gak akan ada yang berani deketin kamu lagi sebagai permainan cinta mereka. Coba bandingin aja sama aku, hmmm... gak akan ada apa-apanya.”
“Terus kalo` aku pilih kamu gimana...?” jawabku dengan mata serius.
“emm, to tuiiit deh. Jadian yuk..!” balasnya dengan ekspresi sok imutnya.
Aku tak pernah tahu apakah yang dia katakan itu benar adanya, tapi yang aku tahu aku mengatakan itu dengan benar adaku. Hmmm. Mungkin dia hanya sebatas menganggap itu hanya sebagai guyonanku yang tak pernah menjurus kearah seriusan. Andaikan dia tahu, rasaku menjadi benar adanya karena kebiasaanku mengutarakan guyonan cinta untuknya.
“Diana, bahagiamu itu aku.”
“Hah..? maksudnya...?” tanyaku yang tak tahu artinya.
“Percaya deh, kalau kamu bahagia akupun bisa merasakannya.”
“Waduuuh, pura-pura mati.” Gayaku sambil berpura-pura mati dengan menyandarkan kepalaku dipundaknya.
Dalam benakku saat itu adalah bagaimana bisa aku memilih orang lain, sedangkan sudah terlihat jelas kini disampingku telah berada sosok yang siap menenangkanku ketika kekalutan melanda, dan mengusap air mataku ketika kepahitan siap merobek ketenangan jiwa. Masih bersandar aku dipundak Awan, berharap ini bukanlah hiasan mimpi yang tak pernah ingin aku terbangun darinya.
            Pernahkah kamu sejenak untuk memikirkan aku yang sedari dulu tak pernah beranjak dari posisi ternyaman ini? yah, aku telah merasakan kenyamanan karena berada disamping kirimu. Aku ingin kamu juga merasakannya. Sejak aku berada dalam peluk angin yang meniupkan hembusan namamu dihatiku. Hingga dahanpun ikut menari melihat kenyamanan ini yang telah berhasil kamu singgahkan dalam diriku. Karena aku telah terbiasa dengan kamu yang selalu ada dalam titian hidup yang kujalani, dan kamu yang mampu memapahku ketika kudapati terjalnya jalanku menuju indah kehidupan mendatangku.
            Ketika kamu mengungkapkan segala cinta untukku, gejolak hati seakan berirama dan menyanyikan lagu terindah untukmu. Namun yang aku tanyakan saat itu “apa ini benar dari hatimu?” meski yang aku tahukamu bukanlah tipe manusia yang senang menggembar-gemborkan kata cinta untuk setiap insan yang ada di dunia, tapi aku masih bertanya “akankah ini benar rasa yang berbeda?.”
            Yang kusesalkan, mengapa rasa ini hadir ketika aku mulai meyakinkan hatiku untuk menunggu kepastian dari Adi. Yang kusesalkan, mengapa rasa ini baru hadir setelah sekian lama aku mengenalmu. Dilema yang kurasa seakan tak mau beranjak dari dalam diriku, karena rasa ini semakin hari semakin menjadi gejolak cinta yang tak mungkin bisa aku membohongi rasaku sendiri. Aku menunggu Adi, tapi cinta menunggumu diujung sinar yang akan membawaku dalam kepastian bahagia.
            Ketika kamu berkata “bahagiamu aku” hatikupun juga berkata “bahagiaku adalah kamu.” Yang menjadi satu alasanku untuk tetap semangat ketika rasa sakit datang menerpaku adalah “kamu.” Karena denganmu rasaku terbalaskan, dan karena hadirmu seluruh nafasku menjadi hembusan cinta yang tak pernah rela kulepaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar