Rabu, 27 Maret 2013

RINTIHAN PAGI DARI BISIKAN SENJA



10 September 2011. Ketika aku mengingat itu, terbayang seseorang yang pernah hadir dan mewarnai abunya hidupku. Mengenalmu adalah senja dengan semburat warna kuning kemerahan yang pernah terlintas dalam sepercik suratan takdirku, menjalani kehidupan yang dulu sempat aku tak pernah tahu akan dibawa kemana ceritaku, dan akan menuju kemana harapan-harapan  yang sejak balita aku memimpikannya. Indah, tak cukup hanya kata itu yang bisa mengungkapkannya. Mungkin Luar biasa, atau bahkan menjadi Istimewa, seperti kata yang sering diucapkan Chibi-chibi ketika ditanya bagaimana perasaannya.
            10 September 2011. Ketika itu aku belum banyak mengenal orang-orang yang ada di lingkungan baruku. Hanya Tika satu-satunya teman yang aku kenal di kota malang ini, hingga suatu ketika dia mengajakku untuk menemuimu, hanya untuk sekedar berbincang menambah teman baruku. “Adipati” begitu ucapmu seraya mengenalkan jati dirimu. Hingga aku mengenalmu, dan mulai masuk ke dunia yang rasanya memang istimewa bagiku.
            Kamu mengajarkan sejuta rasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, berbagi bersama dengan ketulusan yang sempat aku pikir itu cinta. Saling bercerita tentang dunia fatamorgana, dunia yang dulu aku pikir tak akan ada lelaki yang begitu menghargaiku sebagai wanita. Aku memang tomboi, sedikit cuek dengan keadaan yang ada disekelilingku, serta sifat yang sedikit angkuh, sering aku perlihatkan kepada penginjak dunia yang mengenalku. Tapi bagainamapun juga aku tetaplah wanita, ingin di mengerti seperti wanita pada umumnya. Dan kamu yang dapat mengertiku akan segalanya.
            Kamu yang mengajarkanku tentang arti kebersamaan, sepertinya yang ku ingat itu bukan kebersamaan, tetapi ketergantungan karena telah menjadi kebiasaan. Yah katakan saja aku seperti itu, menjadi sakaw bila 1 hari saja aku tak mendengar kabarmu. Kamu mengenalkanku tentang sendunya senja dikala sore hari menyambut kita. Tapi bagiku kamu itu senjaku, karena senduku ketika aku bersamamu.
            Adipati, masih ingatkah ketika kamu memintaku untuk menjadi bagian dari hidupmu..? bukan, bukan pacarmu. Tetapi bagian dari hidupmu. Entahlah, apa maksud dari kata-katamu, yang jelas aku menyetujui hal itu. Dulu aku percaya rasa sayang itu tak harus saling memiliki kan...? karena jauh sebelum kedekatan kita, kamu telah memberi tahuku  jika kamu telah mendapatkan tulang rusukmu. Dan aku tak peduli sehebat apa tulang rusukmu itu, yang aku tahu kini kamu menjadi seseorang yang bisa membuatku cinta.
            Seiring dengan kedekatan kita, aku menjadi tak peduli tentang hubungan apa yang sedang kita jalin saat itu. hubungan tanpa status. Aku menolak permintaan cinta dari sahabat dekatmu, karena kamu dihatiku, karena kamu melayang dipikiranku, dan karena kamu masih senjaku. Meski kutahu suatu saat akan ada hati yang tersakiti oleh hubungan kita ini, entah aku, kamu, pacar kamu, atau sahabat dekatmu yang memintaku untuk jadi pacarnya. Yang aku tahu saat itu aku bahagia dengan situasi seperti ini, aku bahagia menjadi satu-satunya orang tempat kamu menceritakan segala kisah dalam hidupmu. Dan aku bahagia menjadi bagian dari cerita bahagia tanpa jeda, maaf jika saat itu aku mulai mencintaimu.
            Hingga tibalah saatnya kamu menentukan pilihanmu. Tulang rusukmu mencium adanya kedekatan kita. Sahabatmu, mengetahui cintaku siapa. Hatiku yakin saat itu, kamu tidak akan pernah bisa memilih siapa yang akan kamu pertahankan atas nama cinta. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu. Yang ada, aku harus sedikit menjauhkan diri darimu. Bukan, bukan karena aku tega meninggalkanmu begitu saja sebelum kamu memutuskan semuannya. Tapi karena hatiku yang mencintaimu, hatiku yang menginginkan dirimu bahagia dengan cintamu. Hingga aku memutuskan untuk sedikit membiasakan diri tanpamu.
            Tahukah kamu Adipati...? ragaku rapuh, hatiku menangis. Ketika setiap pagi aku mengecek sms di hand phone, tapi tak ada namamu didaftarnya. Jangtungku runtuh ketika aku mendengar berita bahwa kamu mengalami sakit, hingga tak bisa masuk kuliah selama 1 minggu penuh. Dan aku menyalahkan lidahku yang kelu, ketika aku tak sanggup menyapamu yang saat itu berada dihadapanku. Aku menangis Adipati, hatiku merintih. Tapi cintaku bahagia melihatmu bersama tulang rusukmu bercanda tawa. Maafkan aku untuk cinta, dan maafkan aku karena tak kuat lagi melihat senja.
            Bisikan senjamu yang membuat pagiku merintih. Kini aku masih belajar membiasakan diri tanpamu, masih belajar meraih mimpiku lagi tanpa hadirmu, dan masih belajar hidup tanpa senyum manismu. Semoga rintihanku tak terdengar oleh hatimu, itulah yang selalu menjadi doaku ketika senyum palsu ku kembangkan dibibirku. Bahagialah bersama tulang rusukmu, dan ijinkan aku mengenang masa itu dengan menuangkan sedikit kisah ini dalam tulisanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar