10
September 2011. Ketika aku mengingat itu, terbayang seseorang yang pernah hadir
dan mewarnai abunya hidupku. Mengenalmu adalah senja dengan semburat warna
kuning kemerahan yang pernah terlintas dalam sepercik suratan takdirku,
menjalani kehidupan yang dulu sempat aku tak pernah tahu akan dibawa kemana
ceritaku, dan akan menuju kemana harapan-harapan yang sejak balita aku memimpikannya. Indah,
tak cukup hanya kata itu yang bisa mengungkapkannya. Mungkin Luar biasa, atau
bahkan menjadi Istimewa, seperti kata yang sering diucapkan Chibi-chibi ketika
ditanya bagaimana perasaannya.
10 September 2011. Ketika itu aku
belum banyak mengenal orang-orang yang ada di lingkungan baruku. Hanya Tika
satu-satunya teman yang aku kenal di kota malang ini, hingga suatu ketika dia
mengajakku untuk menemuimu, hanya untuk sekedar berbincang menambah teman
baruku. “Adipati” begitu ucapmu seraya mengenalkan jati dirimu. Hingga aku
mengenalmu, dan mulai masuk ke dunia yang rasanya memang istimewa bagiku.
Kamu mengajarkan sejuta rasa yang
belum pernah aku rasakan sebelumnya, berbagi bersama dengan ketulusan yang
sempat aku pikir itu cinta. Saling bercerita tentang dunia fatamorgana, dunia
yang dulu aku pikir tak akan ada lelaki yang begitu menghargaiku sebagai
wanita. Aku memang tomboi, sedikit cuek dengan keadaan yang ada disekelilingku,
serta sifat yang sedikit angkuh, sering aku perlihatkan kepada penginjak dunia
yang mengenalku. Tapi bagainamapun juga aku tetaplah wanita, ingin di mengerti seperti
wanita pada umumnya. Dan kamu yang dapat mengertiku akan segalanya.
Kamu yang mengajarkanku tentang arti
kebersamaan, sepertinya yang ku ingat itu bukan kebersamaan, tetapi
ketergantungan karena telah menjadi kebiasaan. Yah katakan saja aku seperti
itu, menjadi sakaw bila 1 hari saja aku tak mendengar kabarmu. Kamu
mengenalkanku tentang sendunya senja dikala sore hari menyambut kita. Tapi
bagiku kamu itu senjaku, karena senduku ketika aku bersamamu.
Adipati, masih ingatkah ketika kamu
memintaku untuk menjadi bagian dari hidupmu..? bukan, bukan pacarmu. Tetapi
bagian dari hidupmu. Entahlah, apa maksud dari kata-katamu, yang jelas aku
menyetujui hal itu. Dulu aku percaya rasa sayang itu tak harus saling memiliki
kan...? karena jauh sebelum kedekatan kita, kamu telah memberi tahuku jika kamu telah mendapatkan tulang rusukmu.
Dan aku tak peduli sehebat apa tulang rusukmu itu, yang aku tahu kini kamu
menjadi seseorang yang bisa membuatku cinta.
Seiring dengan kedekatan kita, aku
menjadi tak peduli tentang hubungan apa yang sedang kita jalin saat itu. hubungan tanpa
status. Aku menolak permintaan cinta dari sahabat dekatmu, karena kamu
dihatiku, karena kamu melayang dipikiranku, dan karena kamu masih senjaku.
Meski kutahu suatu saat akan ada hati yang tersakiti oleh hubungan kita ini,
entah aku, kamu, pacar kamu, atau sahabat dekatmu yang memintaku untuk jadi
pacarnya. Yang aku tahu saat itu aku bahagia dengan situasi seperti ini, aku
bahagia menjadi satu-satunya orang tempat kamu menceritakan segala kisah dalam
hidupmu. Dan aku bahagia menjadi bagian dari cerita bahagia tanpa jeda, maaf
jika saat itu aku mulai mencintaimu.
Hingga tibalah saatnya kamu
menentukan pilihanmu. Tulang rusukmu mencium adanya kedekatan kita. Sahabatmu, mengetahui
cintaku siapa. Hatiku yakin saat itu, kamu tidak akan pernah bisa memilih siapa
yang akan kamu pertahankan atas nama cinta. Entah apa yang ada dipikiranku saat
itu. Yang ada, aku harus sedikit menjauhkan diri darimu. Bukan, bukan karena
aku tega meninggalkanmu begitu saja sebelum kamu memutuskan semuannya. Tapi
karena hatiku yang mencintaimu, hatiku yang menginginkan dirimu bahagia dengan
cintamu. Hingga aku memutuskan untuk sedikit membiasakan diri tanpamu.
Tahukah kamu Adipati...? ragaku
rapuh, hatiku menangis. Ketika setiap pagi aku mengecek sms di hand phone, tapi
tak ada namamu didaftarnya. Jangtungku runtuh ketika aku mendengar berita bahwa
kamu mengalami sakit, hingga tak bisa masuk kuliah selama 1 minggu penuh. Dan
aku menyalahkan lidahku yang kelu, ketika aku tak sanggup menyapamu yang saat
itu berada dihadapanku. Aku menangis Adipati, hatiku merintih. Tapi cintaku
bahagia melihatmu bersama tulang rusukmu bercanda tawa. Maafkan aku untuk
cinta, dan maafkan aku karena tak kuat lagi melihat senja.
Bisikan senjamu yang membuat pagiku
merintih. Kini aku masih belajar membiasakan diri tanpamu, masih belajar meraih
mimpiku lagi tanpa hadirmu, dan masih belajar hidup tanpa senyum manismu.
Semoga rintihanku tak terdengar oleh hatimu, itulah yang selalu menjadi doaku
ketika senyum palsu ku kembangkan dibibirku. Bahagialah bersama tulang rusukmu,
dan ijinkan aku mengenang masa itu dengan menuangkan sedikit kisah ini dalam
tulisanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar