Adi hanya bisa diam melihat sebuah
boneka yang saat ini ada dihadapannya. Yach, boneka itu adalah milik Dila, kekasihnya
yang telah tiada. Boneka kesayangannya disaat dia masih ada di dunia. Dan Dila
menitipkan boneka itu kepada Adi, sebagai saksi bisu tentang perjalanan hidup
dan cinta mereka.
****
Adila,
itulah sebutan teman-temannya yang diambil dari gabungan nama Adi dan Dila.
Pasangan yang begitu serasi hingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi iri
apabila mereka melihat kedekatan Adi dan Dila. Bisa dibilang Adila adalah salah
satu dari beberapa nominasi pasangan terserasi di kampus ini.
Dila
cewek cantik, pinter, supel dan baik hati ini adalah kekasih tersayang dari Adi
cowok yang keren, pinter dan baik hati pula. Tak ada yang tak mendukung
hubungan mereka, bahkan para dosen yang mengenal merekapun ikut senang dan
begitu mensuport hubungan ini.
Pasangan
yang saling mengerti dan memahami satu sama lain, dan tak pernah sekalipun mereka
terlihat ribut atau saling bertengkar didepan apalagi dibelakang
teman-temannya.
****
Setelah
jam mata kuliah selesai.
“Ami, kayaknya nanti
Abi gak bisa nganterin Ami pulang kerumah deh.
Soalnya Abi selesai ini ada acara sama teman-teman Abi. Maaf ea Mi…!”
“ouh, gak apa kog Bi, Ami ngerti. Nanti biar Ami pulang sendirian
aja gag papa kog. Abi tenang aja deh.” Jawab Dila dengan tenang.
“Ami gak marah kan..?”
“Iya sayang, Ami gak marah kog.” Jawab Dila
dengan mengembangkan senyum ketulusannya.
“Tapi sebenarnya Abi itu, berat banget buat
biarin Ami pulang sendirian. tapi ya gimana lagi Mi. maafin Abi ea Mi…!”
“Iya Abi, Ami gak papa kog. Ami bisa kog
pulang sendirian.”
Sekali lagi Dila mengembangankan
senyumannya, hingga membuat Adi yakin untuk merelakan kekasihnya itu pulang
sendirian.
“Makasih ea sayang. I love You..!”
“Iya Abi sayang. I love you too.”
Itulah kata-kata yang tak pernah lupa
mereka ucapkan setiap hari “I Love You” hingga membuat para mahluk hidup disekitarnya
menjadi iri untuk mendengarnya.
Akhirnya Dila pulang menuju rumahnya sendirian, karena Adi yang tak bisa mengantarnya pulang. Ketika Dila
sudah berada di halte depan kampusnya, Dila bertemu dengan Isma, teman
sekelasnya.
“Sendirian Dil…?” Tanya temannya.
“Iya nih,
Adi gak bisa nganter.”
“Kenapa..?”
“Ya, katanya sih lagi ada acara sama
teman-temannya.”
“Ya udah, bareng aku aja Dil, kebetulan
aku lagi bawa motor nih.” Ajak temannya itu.
“Emz, emangnya
aku gak ngerepotin nih..?”
“Halah, gak papa kog Dil. Daripada kamu
pulang sendirian, mending pulang bareng aku aja ya…!”
“Okeh
deh.” Dilapun akhirnya menyetujui ajakan temannya itu.
Pada awal perjalanan
semuanya baik-baik saja, dan tak ada sedikitpun firasat buruk terhadap mereka.
Tak disangka, setelah ditengah
perjalanan, Dila dan temannya itu mengalami kecelakaan. Motor Isma tiba-tiba
oleng dan menabrak mobil yang ada di samping kanannya.
“Bbrruuakk…”
Mereka jatuh kekiri dan kepala Dila terbentur trotoar
jalan. Saat itu keadaan Isma baik-baik saja, tapi nasib naas menimpa Dila yang
saat itu tidak memakai helm. Kepalanya bocor dan mengeluarkan begitu banyak
darah, hingga Dilapun tak sadarkan diri, dan warga sekitar kejadian langsung
membawanya kerumah sakit terdekat. Seandainya saat itu Dila memakai helm,
mungkin dia hanya mengalami beberapa cedera ditubuhnya.
****
Mendengar
berita kecelakaan yang dialami Dila, seketika itu Adi langsung meluncur kerumah
sakit tempat Dila dirawat, dengan penuh kekhawatiran. Bagaimana tidak..?
kekasih yang begitu dicintainya, sekarang sedang terbaring lemah di ruang UGD.
Isma, yang saat itu keadaannya baik-baik saja hanya bisa diam menyesali atas
apa yang telah terjadi terhadap mereka.
“Di, mafin aku ya..! harusnya aku tadi
lebih hati-hati ngendarain motornya.” Kata
Isma dengan penuh penyesalan.
“Ya sudahlah, toh semuanya juga sudah
terjadi Is, do`akan ya, semoga Dila keadaannya baik-baik saja.”
“Iya Di, pasti. Pasti aku bakal do`ain
Dila.”
“Makasih ya Isma.”
Isma hanya bisa
tersenyum getar, karena masih tersirat rasa bersalah didalam hatinya.
Akhirnya
Dila siuman, tetapi dia merasakan sakit yang begitu luar biasa dikepalanya.
Usut punya usut, ternyata kata dokter terdapat pembekuan darah dikepalanya.
“Kenapa ini semua terjadi sama aku…?” Sambat
Dila dengan tangis yang tertahan.
“Yang sabar ya Mi, Abi janji bakal tetep
ada disamping Ami terus kok..! Ami yang sabar ea…!”
Meski berusaha tegar didepan Dila,
tetapi jauh didalam hati Adi, dia merasa sangat bersedih melihat keadaan
kekasih yang sangat dia cintai menderita karena menahan sakit itu.
“Ami sabar, insya Allah
semuanya akan baik-baik saja, dan pembekuan darah yang ada dikepala Ami
secepatnya akan diatasi sama dokter. Tapi yang penting Ami sekarang tenangkan
pikiran Ami, Ami buat tidur aja ya biar gak sakit..!”
Dilapun akhirnya
menuruti permintaan Adi, dan berusaha untuk memejamkan matanya meski masih
terasa sulit karena rasa sakit itu masih dia rasakan sampai saat ini.
Sejak
kecelakaan itu, Dila sudah mulai membiasakan diri untuk berteman dengan rasa
sakit yang ada dikepalanya. Bahkan dia selalu membawa persediaan obat peredam
rasa sakitnya dimanapun dia berada, karena rasa sakit itu selalu datang secara
tiba-tiba hingga Dilapun tak bisa meramalkan kapan dia akan merasakan rasa
sakit itu.
Pada saat dia sedang
menghadiri pesta ulang tahun temannya bersama Adi.
“Met ultah ea ris, semoga di usiamu yang
ke 19 tahun ini kamu jadi semakin dewasa, pinter, dan.. apa ya..? oia, cepet
dapet jodoh ya sayang…! Hehehe…” Ucap
Dila yang masih sempat menggoda teman karibnya itu.
“Ahg, kamu bisa aja Dil, tapi aamiin dan
thanks ya udah datang kesini..!” Balas
Risma dengan melontarkan senyum manisnya.
“Ya udah, aku mau nyamperin Adi dulu ya. Kasihan dia sendirian.”
Ucap Dila dengan senyum malu yang terlihat jelas dirona
wajahnya.
“Tau deh. Adila gitu, Adi dan Dila.”
“Ahg, kamu lebay deh Ris. Udah ya aku mau
nyamperin Adi dulu..! bye Risma…!”
“Ukeh dah…!” Balas Risma dengan senyumnya.
Dilapun akhirnya pergi
meninggalkan Risma dan berniat untuk segera menyusul kekasihnya, tapi ditengah
perjalanan rasa sakit itu muncul kembali dan...
“Guubrak…!”
Seketika itu Dila pingsan dan tercebur
di kolam renang yang ada persis disebelahnya. Sontak Adi yang melihat kejadian
itu langsung berlari, menceburkan dirinya kedalam kolam lalu menolong
kekasihnya itu dan langsung membawanya kerumah sakit. Dan begitu selanjutnya,
sejak saat itu dimanapun Dila berada disitulah ada Adi yang selalu mendampingi.
Karena Adi takut hal-hal buruk selanjutnya akan terjadi kembali pada diri Dila.
10
Oktober 2010, ketika itu Dila baru menginjak usia 19 tahun. Ya, hari itu adalah
hari ulang tahunnya. Tapi tak pernah sedikitpun Dila berniat untuk merayakan
hari ulang tahunnya itu, karena dia tahu pasti hanya kehancuran pesta yang akan
terjadi kalau tiba-tiba rasa sakit dikepalanya itu muncul. Untuk itu Dila tak
ingin ada pesta ulang tahun untuknya. Tapi berbeda dengan Adi, sejak pagi dia
sudah mempersiapkan segala hal untuk merayakan ulang tahun sang kekasihnya, meski
itu hanya kecil-kecilan.
“Mi, ntar sore Ami ada
waktu untuk kita berdua kan..?” Tanya Adi disela-sela kegiatan kampusnya.
“Emz, kebetulan hari ini Ami lagi
nganggur. Jadi Insya allah ntar sore bisa deh kayaknya, memangnya ada apa sih
Bi…?”
“Abi mau ngajak Ami untuk makan malem
sekaligus ngerayain ulang tahun Ami, ya meskipun cuma
kecil-kecilan sih Mi.”
“Ahg Abi, gag usahlah pake` acara
begituan. Mending uangnya buat beli buku aja deh Bi, lebih bermanfaat…!”
“Enggak apa kok Mi, lagian ini cuman
sekali dalam setahun kan. Ntar Abi jemput ya..!”
“Tapi Bi…”
“Udah pokoknya jam 5 sore nanti Ami harus udah siap..!”
potong Adi disela pembicaraan Dila.
“Hmm, ukelah. Tapi ntar pulangnya gak
usah malem-malem ea..!”
“Rebes deh Amiku sayang..!” ucap Adi
sambil sedikit mencolek dagu Dila.
Adi merayakan hari
ulang tahun itu secara “kecil-kecilan”, karena tempat yang dia sewa itu adalah
tempat yang kecil dan hanya khusus untuk
berdua. Dia menyewa satu gazebo di rumah makan yang tepat disebelahnya
terdapat kolam yang tak terlalu besar, tapi cukup untuk dibilang “so sweet”.
Karena terdapat lilin-lilin kecil mengapung ditengah kolam tersebut dan
membentuk tulisan “ABI Love Ami” cara sederhana tetapi begitu terhihat indah
dan mengesankan.
“Maaf ea Mi, Abi hanya bisa ngasih ini
buat Ami. Tapi harus Ami tau, kalau Abi akan terus dan selalu mendampingi Ami
sampai waktu berhenti dan takdir yang memisahkan kita berdua.”
Ucapan Adi yang muncul dari dalam lubuk
hartinya itu membuat Dila tak bisa mengucapkan sepatah katapun untuk menjawab
kata-kata Adi, hanya tangis bahagia yang menetes di pipi meronanya.
“Bagi Ami, ini sudah lebih dari cukup Bi. Makasih ya Abi.” Ucap Dila dengan mengembangkan senyumannya.
“Oia Mi, Abi punya sesuatu nih buat Ami.”
“Apalagi
sih Bi..?”
Adipun mengeluarkan
kotak kado yang dia simpan dibawahnya meja.
“Coba buka deh..!”
“Ini apa sih Bi..?”
“Udah, buka aja..!”
Dilapun membuka kado
itu, dilihatnya sebuah boneka minnie mouse kesukaannya, dan pada bagian leher
boneka itu terdapat kalung yang bertuliskan
“ADILA”.
“Ini buat Ami Bi…?” Tanya Dila sedikit
tak percaya.
Adi hanya menganggukkan
kepalanya. Tak bisa diceritakan betapa senang dan bahagianya hati Dila saat
itu, betapa beruntungnya dia saat itu, memiliki kekasih seperti Adi. Sejak saat
itulah boneka Minnie mouse pemberian Adi menjadi boneka yang sangat dia
sayangi. Disaat santai, tidur, bahkan disaat dia dirawat dirumah sakitpun boneka
itu yang selalu menemaninya.
****
Sudah
1 tahun 3 bulan Dila menderita dan selalu menahan rasa sakit itu. Ternyata
setelah diperiksakan kambali, pembekuan darah dikepalanya telah menghilang,
tetapi terdapat penyumbatan darah di sel otaknya. Hingga kini Dila menjadi
semakin lemah karena dikalahkan oleh penyakitnya.
“Aku capek Bi, aku capek untuk melalui
ini semua Bi.” Ratapnya pada Adi saat mereka berdua berada disebuah taman.
“Mi, Abi yakin kok. Ami pasti bisa melalui ini semua, Ami
orangnya kuat dan gak pernah gampang menyerah,
apapun itu penghalangnya.”
“Tapi Bi, sampai kapan penyakit ini bakal
tetep bersarang dalam diri
Ami..? Ami sudah bener-bener gag kuat buat nahan ini semua.”
Air matapun perlahan
tapi pasti terus membasahi pipi Dila.
“Abi tau Mi, ini semua
memang gak gampang buat dijalani. Tapi Abi yakin, Ami akan tetap bisa bertahan
untuk semuanya.” Hibur Adi sambil mengusap air mata Dila dan menyandarkan
kepala Dila dibahunya.
“Kalau saja bisa ditukar, lebih baik Abi
aja yang menerima ini semua. Abi rela Mi.” lanjut Adi.
“Enggak, biar ini semua menjadi derita
Ami. Asalkan Abi selalu ada disamping Ami.”
“Selalu Mi, Abi janji. Abi akan selalu
ada untuk Ami, sampai kapanpun itu.”
Hari
ini adalah hari terpenting untuk Adi dan Dila. Pasalnya hari ini adalah hari dimana
Adi mengikat hubungan mereka dengan melangsungkan
acara pertunangan. Pesta pertunangannya begitu mewah dan meriah, karena Adi
adalah anak tunggal dari salah satu pengusaha sukses dikotanya. Tak ada yang
tak bahagia dihari itu, tak ada yang menampakkan wajah muram di pesta itu.
Semuanya, bahkan para pelayan disanapun juga turut menikmati kebahagiaan
disana. Adi berpenampilan bak seorang pangeran yang gagah, sedang permaisuri
cantik itu adalah Dila. Begitu serasinya mereka, hingga semua mata hanya
tertuju kepadanya.
Acara intipun dimulai.
“Suadara-saudara yang berbahagia, malam
ini kita semua akan menyaksikan bersama-sama atas ikatan pertunangan sepasang
kekasih Adi dan Dila. Langsung saja marilah kita saksikan acara penyematan cincin
pertunangannya, baiklah saudara Adi silakan anda
menyematkan cincin cantik itu untuk saudari tercinta Dila…!” Perintah sang pemandu acara, dan disaat
itu pula Adi menyematkan cincin cantik itu kejari manis Dila lalu mencium keningnya.
“Sekarang untuk anda saudari Dila,
silakan anda menyematkan cincin ini untuk saudara Adi tercinta…!”
Dengan senang hati Dila mengambil cincin
dari tempatnya dan hampir menyematkannya pada jari Adi, tetapi lagi-lagi Dila
merasakan sakit yang luar biasa itu muncul kembali, dan...
“Guubrak”
Dila tak dapat
menahannya lagi sampai akhirnya dia langsung jatuh pingsan. Dengan segera Adi
membopong Dila dan membawanya kerumah sakit. Disana, didalam ruang UGD itu,
Dila mengalami fase kritis. Dila meminta dokter memanggil Adi untuk datang dan
menemaninya.
“Sayang, boleh aku minta sesuatu dari
kamu..!” Kata Dila dengan nada mulai melemas.
“Apa Mi…? Ami langsung ngomong saja sama
Abi.”
“Bi, mungkin ini adalah
akhir dari perjuangan Ami.”
“Enggak Mi, Ami kuat, dan Ami pasti bisa
melewati ini semua. Ami gak boleh ninggalin Abi Mi, Abi sayang Ami. Dari dulu,
sekarang dan sampai kapanpun Abi akan terus mencintai
Ami selamanya.”
“Abi, sekarang Abi
silakan lanjutkan kehidupan Abi. Ami hanya ingin satu hal dari Abi, tolong
ambil dan simpan baik-baik boneka Minnie mouse yang sudah Abi berikan untuk
Ami. Tolong, simpan dan jaga baik-baik boneka itu ya bi. Karna Ami hanya ingin
Abi bisa tetap mengenang Ami meski Ami sudah tak ada di dunia ini. Ami sayang
Abi….”
Dila menghembuskan
nafas terakhirnya disamping Adi. Adi, dia hanya bisa menangis dan berusaha
untuk bangun dari mimpi buruk kehilangan kekasih tercintanya, tapi sayang semua
yang terjadi bukanlah mimpi, tapi memang sebuah kenyataan dalam hidupnya.
****
Sampai
saat ini Adi selalu merawat dan menjaga boneka itu dengan baik, karena hanya
itu yang bisa dia tunjukkan kepada Dila sebagai tanda bukti betapa dia
mencintai Dila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar