Ingat
saat kita pernah mencoba merasakan hal yang sama...? perasaan yang sama, serta
hembusan nafas yang sama...? ketika rasa itu timbul dari dalam hatiku, ketika
itu pula aku merasa diriku telah terbelah menjadi dua. Aku dan kamu. Seakan rasa
yang sedang kamu rasa, adalah rasa yang sedang aku rasakan. Dan segala pahitpun
selalu kita lalui bersama.
Aku
tak pernah benar-benar tahu tentang perasaanmu Awan, tentang status apa yang
kita jalani saat itu, dan tentang rasa apa yang sedang aku rasakan dulu. Karena
yang aku tahu hanya kamu, entah dengan status apa yang sedang kita jalani. Aku
tak pernah mencoba menegaskan semuanya, karena bagiku ketegasan itu hanyalah
sebuah formalitas dari simbol kebersamaan kita saat itu.
Bisakah
kamu menceritakan bagian mana yang terberat ketika kisah itu sedang kita lalui
bersama...? Kurasa bahkan sudah terlalu banyak hal-hal berat yang terjadi
ketika takdir mulai memberikan kepercayaannya untuk kita bersama. Ketika
terucap janji untuk saling melindungi seberapa berat ancaman itu akan menelan
kita. Bisakah kamu mengingat bagian itu Awan...? Bahkan ketika kekacauan sedang
melanda duniaku, sikap dinginmu kini malah membuatku menjadi semakin membeku.
Bukankah
cinta itu tentang dua orang yang saling memperjuangkan...? Saling merindukan,
dan saling menguatkan ketika salah satu diantara mereka sedang mengalami
keterpurukan. Tapi apakah kamu sudah melakukannya untukku Awan...? Bahkan orang
yang kamu pikir kuat ini akan tetap menjadi rapuh, jika cinta yang selama ini
berbunga kini mulai layu dan menjadi hampir mati oleh panasnya keadaan yang
membuatnya semakin tak bisa memiliki cinta itu.
Sepintas
kilat bayangan itu hadir kembali, ketika pertama kali kita janjian bertemu di
perpusatakaan kampus dan kamu memintaku untuk membantu mengerjakan tugas-tugas
kuliahmu yang sebanyak ikan dilaut merah. Apa kamu pikir aku seorang profesor
yang bisa menyelesaikan tugas-tugasmu, sedangkan aku bukan berada dijurusan
yang sama denganmu. Aku hanyalah calon sarjana pendidikan, sedangkan kamu adalah
calon seorang dokter. Dengan dasar-dasar teori kebatinan yang aku miliki, akhirnya
aku memutuskan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugasmu itu. Singkat cerita
itulah yang membuat aku dan kamu menjadi “kita”. Dan “kita” yang tak pernah
memiliki arti hubungan apa-apa.
Aku
sadar tentang apa yang dapat kita lihat itu bukanlah apa yang harus kita miliki
selamanya. Dan apa yang terkadang terlihat nyata itu tidak selamanya dapat kita
rasakan sentuhannya. Semuanya itu hanya tentang kamu Awan, tentang kisah yang
selama ini aku pikir akan memiliki tujuan yang pasti, namun semua itu hanyalah
menjadi sebagian alunan melodi terindah dalam mimpi. Yah. Karena kamu hanyalah
khayalan terindah yang tak akan pernah bisa aku membawanya kedalam nyata.
Bisa
mengingat ketika kamu memalingkan pandangan saat semua orang membicarakanku dan
ketika kamu mengajakku pergi menghindarinya...? Pegangan tanganmu Awan, hanya
pegangan tanganmu yang membuat jiwa terasa begitu tenang. Meski diriku bukanlah
sosok yang pantas untukmu, tapi kamu telah berhasil mengubahnya menjadi dunia
hanya milik kita berdua. Dan tatapan matamu itu Awan, adalah tatapan mata yang
berhasil mengalihkan segala tiupan suara menyakitkan dan merubahnya menjadi
sebuah kedamaian.
Namun
apa yang terjadi sekarang denganmu Awan...? Bahkan ketika bahu kita saling bertabrakan,
kamu tidak pernah sedikitpun untuk mencoba menoleh kearahku. Adakah yang salah
dengan keadaan kita berdua sekarang...? Bisakah kamu menjelaskan bagian mana
yang membuatmu menjadi seperti ini...? Bukankah sebelumnya telah aku jelaskan,
status sosial memang bukanlah menjadi dasar tumbuhnya benih-benih cinta. Tapi sekarang,
suka atau tidak, kalangan sosial yang menentukan pantas atau tidaknya cinta itu
dapat diterima.
Kenapa...?
Malu dengan pilihan yang dulu pernah kamu tegaskan jika suatu hubungan bukanlah
atas dasar status sosial...? Kalau begitu apa arti genggaman tanganmu dulu...?
Bisa jelaskan pelukan apa yang dulu pernah kamu berikan untukku...? Jika semua
yang pernah terjadi pada kita adalah simbol persahabatan darimu, mengapa saat
itu kamu membiarkan imajinasiku menjadi liar...? Bahkan hingga aku tak mampu
menjelaskan pada hatiku sendiri tentang arti kembang-kempisnya dada ketika
melihat paras wajahmu, serta kekecewaan yang menghancurkan kepercayaan hatiku
untukmu.
Namun
terima kasih untuk segala khayalan tingkat tinggi ini yang pernah kamu
perkenalkan padaku. Sungguh tak akan pernah lagi, dan tak akan pernah kucoba
lagi menjalani cerita gila seperti yang pernah kamu tawarkan pada hidupku dulu.
Bersenang-senanglah dengan kehidupanmu sekarang tanpaku, maka aku juga akan
lebih tenang karena hidupku tidak terusik dengan khayalan tingkat tinggi itu
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar