Jatuh
cinta itu sering membuat kita menjadi orang yang aneh, membuat kita sering
berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan perhatian dari orang yang sedang kita
cintai. Sok baik, sok alim, sampai sok berpura-pura lupa bila salah satu barang
yang berharga buat kita sedang tertinggal di rumahnya, padahal kita sendiri
yang sengaja meninggalkan barang itu agar orang yang kita cintai bisa tahu
bahwa barang itu adalah barang berharga buat kita, dan bisa membahasnya lagi
seakan-akan barang itulah jimat penuntun kita dalam menjalani kehidupan ini.
Jatuh
cinta itu terkadang membuat kita seperti orang yang sedang menyandang status tuna
grahita. Sering gigit-gigit kuku, membayangkan hal yang belum tentu akan
terjadi pada kita, bahkan menuntut sahabat kita sendiri agar mereka mau
mendengarkan segala cerita kita tentangnya, seakan-akan sahabat kita adalah
peramal profesional yang tahu semua tentang hati orang yang sedang kita cintai
dan tahu bagaimana cara menakhlukan hati orang itu. Sedangkan tanpa kita sadari
kita akan menuntut sahabat kita ini menjadi seseorang yang kepo dan kita
menjadi pengikut orang-orang kepo. Okeh lengkap sudah.
Tak
ada yang lebih indah dari orang yang sedang merasakan jatuh cinta, mungkin
seperti aku saat ini. Satu, dua, tiga, dan ah tak bisa lagi rasanya aku
menghitung berapa kali aku merasakan rasa terindah ini. Yang aku tahu rasa ini
seperti salad buah, yummy. Semua rasa seakan telah tercampur menjadi satu
disana. Ada manisnya buah semangka, ada sepetnya buah apel muda, bahkan ada
kecutnya buah anggur yang baru dipetik setengah matang. Tetapi karena telah
disajikan menjadi satu menjadi salad buah, rasanya menjadi nano-nano dan hmm
yummy pastinya.
Begitu
juga dengan kisahku tentang Yudis, cowok berpawakan kekar namun feminim ini
telah berhasil membuat lingkaran merah di pipiku. Aku berani menyebutnya
feminim karena Yudis ini adalah cowok yang kalem dalam bersikap, lembut dalam
bertutur kata, namun tegas dalam memimpin suatu organisasi di kampusku
tercinta. Yah, cowok ini menjadi ketua di salah satu organisasi yang menjunjung
tinggi nilai keagamaan dalam bersosialisasi. Bagaimana...? cowok idaman kan...?
ya ya ya kira-kira seperti itulah tipe cowok yang selama ini menjadi incaran
dalam kisah panjang kehidupanku.
Malamku
menjadi gemerlap ketika aku membayangkan
diriku yang sedang berada di sampingnya. Membayangkan, yah meskipun hanya
sekedar membayangkan, sepertinya Yudis telah berhasil merenggut semua pikiranku
tentang tugas kuliah, tentang biaya makan sampai kenaikan listrik kost pun
semuanya telah hilang tergantikan oleh ingatan-ingatan bayangan lucu
tentangnya. Tentang senyum tulusnya, tentang kewibawaannya dan tentang dirinya yang
selalu berhasil membuat segaris senyumku karenanya. Ah, cinta lagi cinta lagi.
Seperti tak ada bosan rasa ini bersinggah dalam diriku yang mudah jatuh cinta.
Hampir
setiap hari aku mengikuti jejak ceritanya di kampus. Hmm andai saja Yudis bisa
merasakan keberadaanku di pojokan ruang tempat dia membuka rapat pertemuan
organisasinya. Tapi sepertinya Yudis terlalu fokus, terlalu serius dalam
menjalani kehidupan organisasinya. Huh, terkadang rasa kesal sering menyelinap
dalam diriku.
“Kapan
kamu bisa melihat aku yang dari sebulan lalu mengikuti jejak ceritamu...?” Gerutuku
dalam hati.
“Hmm
tapi tak apalah, demi Yudis gunung himalaya pun kan ku daki.” Hiburku sesaat,
memantapkan hati membulatkan tekad, bahwa aku harus bisa mendekatinya.
Di
perpustakaan akhirnya aku memberanikan diri menghadapinya. Aku mengambil
setumpuk buku-buku tebal, entahlah buku apa saja ini yang sedang aku bawa.
“Yang penting terlihat tebal dan menumpuk” dan dengan sengaja aku menabrakkan
diriku dengannya.
“Yes,
akhirnya setelah sekian lama....” Ucap kemenanganku dalam hati. Tanpa basa-basi
aku sok mengambil buku-buku yang berserakan itu, tanpa berani menoleh kearah
Yudis.
“Kamu
gak papa...?” Ku dengar suara itu mendekat.
“Iya,
aku gak papa kok.” Dan aku menoleh kearah suara itu.
“Haduh
mati, bukan Yudis.” Yah salah sasaran, gerutuku dalam hati. Dan secepatnya aku
segera kabur dari peradaban.
Huaaaa....
kenapa jalan cintaku terjal sekali. Baru saja aku mencoba memberanikan diri
mendekatinya, eh sekalinya malah salah sasaran. Tapi bukan Ikfi namanya kalau
menyerah dengan gampang, sekali cinta tetap menjunjung tinggi atas nama cinta.
MERDEKA....! bukan cinta namanya kalau belum pernah merasakan kerikil tajam
dalam menghadapinya. “Itu sih katanya buku cinta yang pernah aku baca” hehehe.
Hari
selanjutnya aku mencoba lagi mendekatinya, kali ini bukan lagi trik lama.
Sekarang saatnya aku menguji nyaliku sendiri, rencananya sih aku akan mengambil
kunci motor Yudis yang dia beri gantungan berbentuk bola dan bertuliskan
namanya, lalu aku akan mengembalikannya. Alasan saja kunci itu kebawa, hahahaha
cerdas kan...?. Ahaa tepat di area hotspotan aku mendapatinya, dan kunci
incaran berada tepat disamping kanan Yudis. Inilah saatnya aku mulai
menjalankan misiku selanjutnya. Dengan wajah pura-pura polos, aku duduk
disamping kanannya dan membuka notebook seakan-akan tugas numpuk dipikiranku.
Dan kunci itu kini juga tepat disebelah kiriku, akupun perlahan segera
meluncurkan aksiku. Tapi selang beberapa menit kemudian....
“Sayang
gimana tugasnya...? sudah kelar...?” Terlihat sosok gadis cantik menemui Yudis
dan duduk disebelah kirinya.
“Eh
sayang, maaf yah smsmu tadi gak sempat aku balas. Lagi pusing ini. kok tahu aku
disini sih...?” Balas Yudis dengan sambutan hangatnya.
“Ya
tahulah, secara kamu kan nongkrongnya kalau gak di kantor organisasi ya
disini.” Jawab gadis cantik berpawakan gemulai itu.
Iiih
ternyata Yudis....
Langsung
saja aku segera pindah dari tempat dudukku dan melupakan rencana jahilku mengambil
kunci motor miliknya. Halah Yudis ternyata sudah punya pacar, pupus sudah
harapanku kali ini. tak mau lagi aku mengganggu ketenangan hidupnya. Pacarnya
juga kulihat jauh lebih cantik dari aku, pantas saja selama ini Yudis tak
pernah sekalipun melirikku yang sudah sebulan memperhatikannya.
Haduh
haduh, bagimana aku menceritakan ini kepada teman-temanku. Sepertinya akan mati
konyol bila aku menceritakan ini semua kepada mereka. Husna, Ila, Rika. Pasti
bakal jadi bahan ledekan ini, hingga akhirnya aku memilih untuk diam dan tak
menceritakan kejadian ini pada mereka. Maaf lho ya teman, bukannya apa-apa.
Tapi aku sudah terlanjur dibuat malu dengan kisah cinta ini. ruwet ruwet,
perjuanganku sia-sia, mati kutu sudah.
Eiits,
tapi aku baik-baik saja lho. Tenang saja tak akan ada kejadian Ikfi yang
gantung diri di bawah pohon tomat. Ataupun berita tentang Ikfi yang depresi
hingga berhasil memecah kampus menjadi dua belahan. Karena aku yakin masih akan
ada cinta lagi yang akan datang membawaku dalam untaian sajak terindah tentang
cinta. Masih akan ada cinta lagi, cinta lagi dan cinta lagi yang siap ku tebar
ke seluruh penjuru dunia. Untuk calon cintaku, cepat datang yah, biar aku bisa
bercinta lagi. hahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar