Rabu, 15 Mei 2013

CINTA lagi CINTA


Jatuh cinta itu sering membuat kita menjadi orang yang aneh, membuat kita sering berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan perhatian dari orang yang sedang kita cintai. Sok baik, sok alim, sampai sok berpura-pura lupa bila salah satu barang yang berharga buat kita sedang tertinggal di rumahnya, padahal kita sendiri yang sengaja meninggalkan barang itu agar orang yang kita cintai bisa tahu bahwa barang itu adalah barang berharga buat kita, dan bisa membahasnya lagi seakan-akan barang itulah jimat penuntun kita dalam menjalani kehidupan ini.
Jatuh cinta itu terkadang membuat kita seperti orang yang sedang menyandang status tuna grahita. Sering gigit-gigit kuku, membayangkan hal yang belum tentu akan terjadi pada kita, bahkan menuntut sahabat kita sendiri agar mereka mau mendengarkan segala cerita kita tentangnya, seakan-akan sahabat kita adalah peramal profesional yang tahu semua tentang hati orang yang sedang kita cintai dan tahu bagaimana cara menakhlukan hati orang itu. Sedangkan tanpa kita sadari kita akan menuntut sahabat kita ini menjadi seseorang yang kepo dan kita menjadi pengikut orang-orang kepo. Okeh lengkap sudah.

Tak ada yang lebih indah dari orang yang sedang merasakan jatuh cinta, mungkin seperti aku saat ini. Satu, dua, tiga, dan ah tak bisa lagi rasanya aku menghitung berapa kali aku merasakan rasa terindah ini. Yang aku tahu rasa ini seperti salad buah, yummy. Semua rasa seakan telah tercampur menjadi satu disana. Ada manisnya buah semangka, ada sepetnya buah apel muda, bahkan ada kecutnya buah anggur yang baru dipetik setengah matang. Tetapi karena telah disajikan menjadi satu menjadi salad buah, rasanya menjadi nano-nano dan hmm yummy pastinya.
Begitu juga dengan kisahku tentang Yudis, cowok berpawakan kekar namun feminim ini telah berhasil membuat lingkaran merah di pipiku. Aku berani menyebutnya feminim karena Yudis ini adalah cowok yang kalem dalam bersikap, lembut dalam bertutur kata, namun tegas dalam memimpin suatu organisasi di kampusku tercinta. Yah, cowok ini menjadi ketua di salah satu organisasi yang menjunjung tinggi nilai keagamaan dalam bersosialisasi. Bagaimana...? cowok idaman kan...? ya ya ya kira-kira seperti itulah tipe cowok yang selama ini menjadi incaran dalam kisah panjang kehidupanku.
Malamku menjadi gemerlap ketika aku membayangkan diriku yang sedang berada di sampingnya. Membayangkan, yah meskipun hanya sekedar membayangkan, sepertinya Yudis telah berhasil merenggut semua pikiranku tentang tugas kuliah, tentang biaya makan sampai kenaikan listrik kost pun semuanya telah hilang tergantikan oleh ingatan-ingatan bayangan lucu tentangnya. Tentang senyum tulusnya, tentang kewibawaannya dan tentang dirinya yang selalu berhasil membuat segaris senyumku karenanya. Ah, cinta lagi cinta lagi. Seperti tak ada bosan rasa ini bersinggah dalam diriku yang mudah jatuh cinta.
Hampir setiap hari aku mengikuti jejak ceritanya di kampus. Hmm andai saja Yudis bisa merasakan keberadaanku di pojokan ruang tempat dia membuka rapat pertemuan organisasinya. Tapi sepertinya Yudis terlalu fokus, terlalu serius dalam menjalani kehidupan organisasinya. Huh, terkadang rasa kesal sering menyelinap dalam diriku.
“Kapan kamu bisa melihat aku yang dari sebulan lalu mengikuti jejak ceritamu...?” Gerutuku dalam hati.
“Hmm tapi tak apalah, demi Yudis gunung himalaya pun kan ku daki.” Hiburku sesaat, memantapkan hati membulatkan tekad, bahwa aku harus bisa mendekatinya.
Di perpustakaan akhirnya aku memberanikan diri menghadapinya. Aku mengambil setumpuk buku-buku tebal, entahlah buku apa saja ini yang sedang aku bawa. “Yang penting terlihat tebal dan menumpuk” dan dengan sengaja aku menabrakkan diriku dengannya.
“Yes, akhirnya setelah sekian lama....” Ucap kemenanganku dalam hati. Tanpa basa-basi aku sok mengambil buku-buku yang berserakan itu, tanpa berani menoleh kearah Yudis.
“Kamu gak papa...?” Ku dengar suara itu mendekat.
“Iya, aku gak papa kok.” Dan aku menoleh kearah suara itu.
“Haduh mati, bukan Yudis.” Yah salah sasaran, gerutuku dalam hati. Dan secepatnya aku segera kabur dari peradaban.
Huaaaa.... kenapa jalan cintaku terjal sekali. Baru saja aku mencoba memberanikan diri mendekatinya, eh sekalinya malah salah sasaran. Tapi bukan Ikfi namanya kalau menyerah dengan gampang, sekali cinta tetap menjunjung tinggi atas nama cinta. MERDEKA....! bukan cinta namanya kalau belum pernah merasakan kerikil tajam dalam menghadapinya. “Itu sih katanya buku cinta yang pernah aku baca” hehehe.
Hari selanjutnya aku mencoba lagi mendekatinya, kali ini bukan lagi trik lama. Sekarang saatnya aku menguji nyaliku sendiri, rencananya sih aku akan mengambil kunci motor Yudis yang dia beri gantungan berbentuk bola dan bertuliskan namanya, lalu aku akan mengembalikannya. Alasan saja kunci itu kebawa, hahahaha cerdas kan...?. Ahaa tepat di area hotspotan aku mendapatinya, dan kunci incaran berada tepat disamping kanan Yudis. Inilah saatnya aku mulai menjalankan misiku selanjutnya. Dengan wajah pura-pura polos, aku duduk disamping kanannya dan membuka notebook seakan-akan tugas numpuk dipikiranku. Dan kunci itu kini juga tepat disebelah kiriku, akupun perlahan segera meluncurkan aksiku. Tapi selang beberapa menit kemudian....
“Sayang gimana tugasnya...? sudah kelar...?” Terlihat sosok gadis cantik menemui Yudis dan duduk disebelah kirinya.
“Eh sayang, maaf yah smsmu tadi gak sempat aku balas. Lagi pusing ini. kok tahu aku disini sih...?” Balas Yudis dengan sambutan hangatnya.
“Ya tahulah, secara kamu kan nongkrongnya kalau gak di kantor organisasi ya disini.” Jawab gadis cantik berpawakan gemulai itu.
Iiih ternyata Yudis....
Langsung saja aku segera pindah dari tempat dudukku dan melupakan rencana jahilku mengambil kunci motor miliknya. Halah Yudis ternyata sudah punya pacar, pupus sudah harapanku kali ini. tak mau lagi aku mengganggu ketenangan hidupnya. Pacarnya juga kulihat jauh lebih cantik dari aku, pantas saja selama ini Yudis tak pernah sekalipun melirikku yang sudah sebulan memperhatikannya.
Haduh haduh, bagimana aku menceritakan ini kepada teman-temanku. Sepertinya akan mati konyol bila aku menceritakan ini semua kepada mereka. Husna, Ila, Rika. Pasti bakal jadi bahan ledekan ini, hingga akhirnya aku memilih untuk diam dan tak menceritakan kejadian ini pada mereka. Maaf lho ya teman, bukannya apa-apa. Tapi aku sudah terlanjur dibuat malu dengan kisah cinta ini. ruwet ruwet, perjuanganku sia-sia, mati kutu sudah.
Eiits, tapi aku baik-baik saja lho. Tenang saja tak akan ada kejadian Ikfi yang gantung diri di bawah pohon tomat. Ataupun berita tentang Ikfi yang depresi hingga berhasil memecah kampus menjadi dua belahan. Karena aku yakin masih akan ada cinta lagi yang akan datang membawaku dalam untaian sajak terindah tentang cinta. Masih akan ada cinta lagi, cinta lagi dan cinta lagi yang siap ku tebar ke seluruh penjuru dunia. Untuk calon cintaku, cepat datang yah, biar aku bisa bercinta lagi. hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar